Ritual Nyobeng Dayak Bidayuh Kampung Tadan
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
TENGKORAK PEMBAWA BERKAT
& FILOSOFI RITUAL NYOBAKNG DAYAK BIDAYUH DI KAMPUNG TADAN
Gawe Nyobakng & Ritual Cuci
Tengkorak
Tadan, Kecamatan Seluas,
Kabupaten Bengkayang, Provinsi Kalimantan Barat
(Catatan
perjalanan pribadi Yonas Ade kurniawan)
Nyobakng merupakan ritual penghormatan terhadap hasil mengayau (kayau/
berburu kepala manusia)) yang telah dilakukan sejak dahulu kala. Nyobkng
adalah ritual memandikan atau membersihkan tengkorak manusia hasil
mengayau nenek moyang. Upacara Nyobakng dilakukan oleh rumpun dayak
Bidayuh baik yang berada di Indonesia maupun Negara tetangga yaitu Malaysia.
Suku Dayak Bidayuh ini tersebar di sepanjang pegunungan Suaner yang membentang
dari Kabupaten Bengkayang sampai Negara Malaysia. Beberapa desa suku Dayak
Bidayuh yang berada dilembah pegunungan suaner sebelah barat kaki gunung niut
yaitu Kampung Segonde, Rambai, Tadan, dan Sebujit yang masing-masing memiliki
rumah Adat Baluk, musik tradisonal serta pakaian adat yang hampir sama. Sedangkan
dibalik gunung niut, atau sebelah timur pegunungan suaner perkampungan Dayak
Bidayuh yang tidak ada akses jalan raya yaitu kampung Sungkung I dan Sungkung
II.
Kali ini fokus tulisan saya akan
membahas ritual cuci kepala hasil kayau dikampung Tadan, Kecamatan Seluas
kabupaten Bengkayang. Kali ini perjalanan kami bersama rekan fotografer dan
journalist berjumlah 12 orang. Selama 3 hari lamanya kami menginap disalah satu
rumah masyarakat Dayak Bidayuh yaitu pak Jhon.
Pada awalnya sebelum mendiami
kampung Tadan, nenek moyang mereka bermukim di gunung Senujuh, merasa kurang
puas akhirnya melakukan perjalanan untuk berpindah tempat , dengan menelusuri
sungai biang (Sungai Kumba) yang berada di wilayah kampung ini menuju gunung
kharimau’k , setelelah beberapa lama bermukim akhirnya masyarakat ini pindah
lagi untuk bermukim di Njak Mo’et di hulu kampung paúm. Sesuai dengan cerita
masyarakat Dayak pada umumnya pada jaman dahulu, mata pencaharian mereka yaitu
berladang dengan cara berpindah . Bermula dari cerita nenek moyang mereka yang
berada dikampung paúm, kedua bersaudara adik beradik bernama Nek Lajotn dan Nek
Lanu. Nek Lanu ini adalah orang yang suka mengayau, kepala tengkorak inilah
yang mereka rawat hingga saat ini dan disimpan diatas rumah adat yang bernama
Baluk di kampung Tadan. sedangkan nek
lajotn ini adalah orang yang rajin berladang, memiliki kekayaan padi sebagai
bahan makanan : kata Pak Pak Pico,
kepala dusun kampung Tadan.
Tengkorak hasil Kayau inilah yang
setiap tahunya akan dilakukan ritual khusus atau disebut Nyobakng dengan cara
memberikan persembahan serta mencucinya. Namun tidak setiap tahun tengkorak ini
akan diturunkan atau dikeluarkan dari rumah adat Baluk, itu semua akan dilakukan
apabila diinstruksikan oleh kepala Adat Dayak Bidayuh kampung Tadan, karena
jika diturunkan dan dikeluarkan sembarangan maka akan berpengaruh pada kampung
ini baik dari rejeki ataupun malapetaka. Maka Ketua Adat lah yang paling
mengetahui dasar dari semua itu. Sedangkan untuk ritual pemberian persembahan
berupa darah hewan , tuak (minuman tradisional) , doa mantra dll itu selalu ada
dilakukan dalam ritual Nyobakng ini, tetapi tidak semua dapat melihatnya,
karena tengkorak ini tidak diturunkan dari atas rumah baluk, melainkan prosesi
ritual ini hanya dilakukan dalam ruangan khusus diatas rumah Baluk, kecuali
atas instruksi kepala Adat untuk mengeluarkan tengkorak ini ke bawah, maka
semua orang dapat melihatnya. Esensi dalam melakukan ritual ini bukan kepala
tengkorak nya yang disembah, melainkan kenangan nenek moyang mereka yang telah
mendapatkan kepala tengkorak itu. Oleh karena itu maka ritual ini terus
dijalankan hingga sekarang. Pak Pico mengatakan bahwa ini adalah wujud
penghargaan kepada nenek moyang mereka yang telah mendapatkan kepala hingga
sebanyak itu, sehingga dianggap sebagai pahlawan. Karena pada jaman dahulu
amalan mengayau atau berburu kepala dimaknai sebagai simbol kepahlawanan,
karena hanya ada dua pilihan antara di kayau atau mengayau dan itu adalah hukum
alam, karena jaman belum merdeka.
Tidak hanya kepala tengkorak
hasil mengayau, dalam rumah adat baluk ini juga tersimpan tengkorak kepala rusa
yang dirawat secara turun temurun sebagai tradisi nenek moyang mereka. Tentunya
tidak sembarang kepala rusa yang mereka rawat, itu semua memiliki filosofi yang
berkaitan dengan spiritual serta kepercayaan mereka secara turun temurun. Pada
jaman dahulu ketika nenek moyang mereka berburu rusa di kampung ini, salah
seorang kakek mereka milhat rusa kemudian membunuhnya, setelah dibunuh kemudian
dilihat separuh badan rusa ini berbentuk batang buruk tapi kepala dan tanduknya
masih seperti rusa biasa. Maka terheran-heran lah kakek itu. kemudian setelah pulang kerumah, malam
harinya kakek itu mendapatkan mimpi berjumpa dengan orang “halus”( dimensi
lain) kemudian orang halus itu berkata, “kalian telah mendapatkan saya, ini
bukan saya, saya bukan rusa, saya dapat merugikan dapat pula menguntungkan dan
membawa rejeki karena telah dikodratkan oleh yang Maha Kuasa” saya dapat
menolong dan membantu kalian, dapat pula mencelakakan kalian, jika perbuatan
kalian merawat saya dengan baik, maka saya akan membawa rejeki baik, jika
perbuatan kalian merawat saya tidak baik maka berhati-hatilah kalian kata orang halus kepada kakek itu dalam
mimpinya. Itu lah janji-janji orang ”halus” kepada mereka yang sampai saat ini
masih dijaga dengan komitmen bersama masyarakat Dayak Bidayuh kampung tadan.
Pak Pico sebagai kepala Dusun Tadan
mengatakan bahwa mereka meneruskan warisan ini berdasarkan tradisi dan
kebudayaan nenek moyang mereka yang sebenarnya.
Sampai sekarang kepala tengkorak
hasil Kayau dan Kepala tengkorak rusa itu disimpan dalam sebuah rumah adat
Baluk, hingga sekarang ritual ini dikemas bersamaan dengan gawe padi baru,
artinya syukuran hasil penen padi selama 1 tahun musim berladang. Oleh karena
itu setiap ritual Nybakng kampung ini selalu ramai dikunjungi oleh
kampung-kampung lainya karena untuk merayakan bersama hasil panen padi yang
sekaligus dilakukan ritual cuci kepala kayau. Pak Pico juga mengatakan hal ini
semua dilakukan untuk memohon doa restu kepada Yang Maha Kuasa yang disampaikan
orang “halus” kepada nenek moyang mereka
agar mereka bekerja ladang dengan sehat, dijauhkan dari malapetaka, serta
sekeluarga kampung ini diberikan kesehatan dan keselamatan dan panen ladang
juga berhasil. Karena kehidupan orang jaman dahulu menyatu dengan orang “Halus”
hidup berdampingan dengan orang “halus” bahkan dapat melihat dengan mata
telanjang serta berkomunikasi dengan orang “halus”. Maka dari itu semua
janji-janji orang “halus”selalu diturunkan secara turun temurun kepada
anak-cucu nya. walaupun sekarang tidak semua orang dapat melihat dan
berkomunikasi dengan orang “halus” tersebut, hanya orang tertentu saja yang
bisa. Walaupun demikian ritual ini tetap dilakuakn oleh seluruh masyarakat Dayak Bidayuh yang ada dikampung ini.
Setelah 3 hari berada di kampung tadan, sebelum kepulangan kami pak Jhon mengatakan terimakasih telah mau berkunjung dikampung kami dan menginap dirumah saya, kalian lah nanti yang memberikan informasi dan menyebarkan berita tentang kearifan budaya yang ada di kampung Tadan sehingga kampung kami bisa dikenal oleh orang-orang. Kemudian kami dibekali masing-masing 1 botol minuman Tuak ( minuman tradisional) untuk dibawa pulang. Disinilah keramahan masyarakat Suku Dayak yang kami rasakan, selama 3 hari kami dianggap sebagai anak-anak mereka sendiri, kami makan bersama, berkumpul bersama, minum tuak bersama, dan mengucap syukur bersama dengan seluruh masyarakat kampung. Dengan kehidupan mereka yang masih sederhana , bahkan untuk masuk ke perkampungan mereka tidak ada jalan aspal, melainkan jalan tanah berbatu dan lumpur yang akan anda jumpai, serta melaui jalur sungai. Akan tetapi mereka bisa menerima semua keadaan dan menjalankan aktivitas kehidupan dengan penuh kesabaran, hidup bergantung pada hutan dan sungai, membuat mereka patuh akan budaya dan kearifan lokal.
Jadi beberapa pandangan yang beranggapan suku
Dayak adalah suku yang primitif, keras, dan berbahaya itu sebenarnya tidak
demikian. Yang saya rasakan sendiri di kampung tadan, saya merasakan ikatan
kekeluargaan yang erat, keramah tamahan, serta kerukunan warga yang sangat
kental. Bahkan pendatang sekalipun dianggap sebagai keluarga dan bagian dari
mereka. Itulah Keramah tamahan serta kearifan budaya salah satu sub suku Dayak
yang ada di Kalimantan.
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar