Reklamasi Pertambangan Batu Bara

Kegiatan Magang Mahasiswa Instiper


Institut Pertanian Stiper Yogyakarta (INSTIPER) merupakan salah satu Perguruan Tinggi swasta di Indonesia yang bergerak dibidang Pertanian, Kehutanan dan Teknologi Pertanian yang sudah berdiri sejak 10 Desember 1958. Kualitas penyelenggaraan pendidikan dan kualitas lulusan menjadi perhatian penting pada sebuah lembaga perguruan tinggi seperti layaknya INSTIPER. Dalam perkembangannya, untuk meningkatkan kualitas lulusan INSTIPER, maka mahasiswa diwajibkan untuk menyelesaiakan tugas Magang dengan harapan nantinya lulusan INSTIPER menjadi kader yang siap kerja di lapangan dan mengerti akan tugasnya di dunia kerja. Tugas Magang merupakan salah satu syarat administrasi yang wajib diselesaikan oleh mahasiswa  untuk mendapat gelar Sarjana Strata 1 .
Fakultas Kehutanan Instiper memiliki 4 (empat) minat khusus yang memiliki status akreditasi BAN-PT (2015-2020) dengan peringkat “B” yaitu bidang Konservasi dan Rehabilitasi Lahan (SKR) , bidang Hutan Tanaman Industri (SHTI), bidang Manajemen Kesatuan Pengelolaan Hutan (SMKPH), bidang Kehutanan murni atau Silvikultur (SKH). Dengan demikian maka 3 (tiga) orang Mahasiswa dibidang Konservasi dan Rehabilitasi Lahan menyelesaikan tugas Magang di PT.Jembayan Muara Bara sebagai wujud pengaplikasian dan penerapan ilmu serta menmbah wawasan dan pengalaman kerja di lapangan.


Konsep Reklamasi
Reklamasi hutan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan pertambangan. Kegiatan pertambangan dapat dilakukan di dalam kawasan hutan dengan ijin pinjam pakai kawasan hutan ( IPPKH), dan di luar kawasan hutan yang dikenal dengan areal penggunaan lain atau (APL). Panduan ini dimaksudkan untuk digunakan pada areal ijin pinjam pakai kawasan hutan, meskipun secara prinsip juga dapat digunakan untuk lahan yang termasuk APL. (Panduan Teknologi Reklamasi Hutan, KEMENHUT 2012)
Skema kegiatan penambangan secara umum yaitu penambangan dimulai dengan pembersihan lahan, pemindahan tanah dan batuan penutup, penambangan, pengembalian batuan penutup dan penataan lahan, pengendalian erosi dan sedimentasi, penebaran tanah pucuk, penanaman tanaman penutup (Cover Crops), penanaman tanaman perintis (Pionir) , penanaman tanaman pokok , dan pemeliharaan tanaman, sebelum akhirnya lahan bekas tambang diserahkan kembali kepada pemerintah ( Kementrian Kehutanan untuk areal ijin pinjam pakai kawasan hutan, atau Pemerintah Daerah untuk lahan yang termasuk APL) . (Panduan Teknologi Reklamasi Hutan, KEMENHUT 2012)

Reklamasi hutan di areal ijin pinjam pakai kawasan hutan dimaksudkan untuk mengembalikan lahan bekas tambang menjadi hutan kembali. Dengan demikian pemilihan jenis pohon yang akan ditanam harus jenis pohon hutan. Dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.60/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penilaian Keberhasilan Reklamasi Hutan telah diberikan ketentuan bahwa sekurang-kurangnya 40% jenis pohon yang ditanam diareal reklamasi adalah jenis pohon lokal berdaur panjang. (Panduan Teknologi Reklamasi Hutan, KEMENHUT 2012)

B. Pembersihan Lahan/ Land Clearing
Pembersihan lahan atau land clearing merupakan tahapan kegiatan pembersihan  permukaan lahan dari vegetasi penutup mulai dari tanaman bawah sampai pepohonan sebelum kegiatan penambangan disuatu blok dimulai. Pada tahap ini keanekaragaman hayati folora & fauna akan hilang dari permukaan lahan di blok yang sedang dikerjakan dan vegetasi akan dipindahkan dan ditimbun saja, untuk itu harus diselamatkan. 
Vegetasi di permukaan lahan sebenarnya dapat dijadikan sumber bahan organic dan sumber bibit pohon lokal dan jenis tanaman penutup tanah yang dapat digunakan pada saat reklamasi lahan setelah blok tersebut selesai ditambang. (Panduan Teknologi Reklamasi Hutan, KEMENHUT 2012)


C. Penataan Lahan
Penataan lahan pasca tambang adalah kegiatan menata kembali permukaan lahan yang tidak beraturan (Bukit-bukit kecil, lubang-lubang, dan tebing curam yang tertinggal setelah proses penambangan). Untuk meningkatkan aksesibilitas bagi kegiatan berikutnya dan aman ( tidak tererosi atau longsor). Disamping itu, yang tidak kalah pentingnya adalah untuk mencegah keluarmnya air asam tambang keperairan umum.
Lubang tambang yang ukurannya terlalu besar atau yang tertinggal pada akhir ijin penambangan dan direncanakan untuk tidak ditutup kembali hanya dilakukan penguatan dinding dan areal di sekitarnya agar tidak longsor atau membahayakan masyarakat sekitarnya. (Panduan Teknologi Reklamasi Hutan, KEMENHUT 2012)



D. Pengendalian Erosi dan Sedimentasi
Pengendalian erosi dan sedimentasi adalah suatu usaha untuk mencegah terbawanya partikel-partikel tanah dari lahan yang terbuka sebelum, selama maupun setelah kegiatan penambangan dilaksanakan dan mencemari badan-badan air alami (perairan umum seperti sungai, danau, dan lain-lain) agar tidak terjadi pencemaran maupun sedimentasi/ pendangkalan badan-badan sungai maupun danau. Partikel-partikel tanah dari lahan tambang ada kemungkinan mengandung logam berat yang berbahaya bagi lingkungan sehingga perlu dilakukan penanganan secara baik agar tidak keluar kelingkungan di luar arel tambang. 
Kondisi tanah sangat penting untuk menjamin keberhasilan reklamasi pada lahan bekas tambang. Tanah yang ditebarkan pada saat penataan lahan sangat peka terhadap erosi karena partikel-partikelnya masih relatif lepas. Oleh karena itu kegiatan pengendalian erosi dan sedimentasi sangat diperlukan.
Pengendalian erosi secara umum dapat mengacu kepada buku konservasi Tanah dan Air, panduan lenkap yang diterbitkan oleh Direktorat Bina Rehabilitasi Hutan dan Lahan, Direktorat Jenderal Kementerian Kehutanan (2011). Dalam panduan ini pengendalian erosi dan sedimentasi difokuskan kepada pengendalian secara biologis, yaitu dengan tanaman penutup tanah (cover crops) dan pembangunan kolam pengendapan (Sediment Pond). (Panduan Teknologi Reklamasi Hutan, KEMENHUT 2012)


E. Persemaian
Persemaian merupakan suatu tempat yang digunakan untuk memproduksi bibit dalam kuantitas dan kualitas tertentu agar tersedia pada waktu yang telah ditentukan. Persemaian untuk reklamasi hutan berbeda dengan persemaian untuk hutan tanaman industri.
Persemaian untuk reklamasi hutan memperoduksi beraneka ragam jenis pohon, baik jenis pohon intoleran cepat tumbuh, maupun jenis pohon toleran lambat tumbuh sebagai tanaman sisipan. Jenis-jenis pohon yang diproduksi sedapat mungkin jenis-jenis lokal unggulan setempat yang mimiliki nilai ekonomi, ekologi dan sosial yang tinggi. 
Benih-benih pohon lokal biasanya belum tersedia di pasaran, oleh karena itu bibit diperoleh dari anakan alam yang tumbuh di hutan-hutan terdekat. Teknik-teknik seperti cabutan dan puteran dapat digunakan untuk memperbanyak bibit dari anakan alami. (Panduan Teknologi Reklamasi Hutan, KEMENHUT 2012)






F. Penanaman Tanaman Pokok
Penanaman tanaman pokok atau penanaman bibit pohon hutan merupakan kegiatan yang penting dalam tahapan kegiatan reklamasi hutan untuk mengembalikan lahan bekas tambang menjadi hutan yang produktif secara ekologi, ekonimi, dan sosial. Keberhasilan penanaman tanaman pokok akan menjadi tolak ukur penting keberhasilan reklamasi hutan. Pemilihan jenis pohon telah ditetpkan dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.60/Menhut-II/2009 bahwa 40% harus jenis pohon lokal berdaur panjang.
Mengingat lahan bekas tambang merupakan lahan terbuka, maka jenis pohon yang dipilih harus memiliki kemampuan untuk bertahan hidup dan tumbuh dilahan terbuka dengan sinar matahari langsung ( jenis pohon intoleran/ pionir). Untuk jenis-jenis pohon berdaur panjang yang memerlukan naungan ( jenis pohon toleran) dapat ditanam pada tahap kedua setelah pohon pionir yang telah ditanam lebih dulu mampu memberikan naungan yang cukup. (Panduan Teknologi Reklamasi Hutan, KEMENHUT 2012)\


G. Pemeliharaan Tanaman
 Pemeliharaan tanaman hasil reklamasi dimaksudkan agar bibit yang telah ditanam dapat hidup dan tumbuh dengan baik. Pemeliharaan terdiri dari penyulaman atau penggantian bibit-bibit yang mati, pemupukan lanjutan, penggendalian tanaman penutup tanah , dan pengendalian hama dan penyakit. Setelah bibit ditanam tidak seluruhnya hidup karena berbagai faktor, antara cuaca terlalu terik setelah penanaman, bibit sudah layu saat ditanam karena jarak penggangkutan yang jauh, serangan hama, dll. Oleh karena itu perlu dilakukan penyulaman untuk menjamin jumlah bibit per Ha minimum 625 batang. Tanah pada lahan tambang biasanya miskin hara, sehingga pemupukan lanjutan perlu dilakukan untuk menjaga pertumbuhan dari bibit. Tanaman penutup tanah dari jenis legume pada umumnya merambat, melilit, dan mencekik bibit-bibit tanaman yang masih kecil, sehingga jika tidak dikendalikan, bibit tidak akan tumbuh secara maksimum atau bahkan mati. Bibit-bibit pohon yang ditanam di lahan-lahan bekas tambang biasanya rawan terhadap serangan hama, khususnya ulat, belalang, keong, tikus, rusa, bahkan babi hutan, oleh karena itu perlu dikendalikan. (Panduan Teknologi Reklamasi Hutan, KEMENHUT 2012)

H. Monitoring Kesuburan Tanah
Pada kegiatan monitoring kesuburan tanah di areal revegetasi perlu dilakukan UPL ( Usaha Pemantauan Lingkungan) yang bertujuan untuk mengetahui perkembangan areal revegetasi pada sifat fisik dan kimia tanah sehingga dapat dievaluasi yang kemudian dapat dilakukan pengambilan tindakan dengan tepat sasaran untuk memulihkan kembali fungsi lahan.

Dalam hal ini kegiatan yang dilakukan oleh PT.Jembayan Muara Bara bekerjasama dengan pihak konsultan lingkungan yaitu Ecositrop



I. Pengukuran Laju Erosi
Pada pengukuran erosi alat yang digunakan yaitu patok ukur erosi. dalam pertambangan terbuka tentunya standar pengelolaan lahan harus memenuhi kaidah dari peraturan perundang-undangan, oleh karena itu pengendalian erosi menjadi bagian terpenting yang harus diperhatikan dalam pertambangan terbuka. hasil evaluasi pengukuran laju erosi ini akan digunakan sebagai acuan apakah lahan tersebut layak atau tidak layak dalam proses pemulihan lahan yang telah berlangsung.

(Pengukuran laju erosi)

(Pencatatan laju erosi)

J. Penanaman Cover Crop (LCC)
Tanaman Penutup tanah (cover crop) digunakan untuk memperbaiki struktur tanah pasca tambang sebagai perintisnya. Tanaman cover crop ini nantinya akan mengikat partikael tanah sehingga dapat mengurangi potensi terjadinya erosi dan sedimentasi. Penaburan biji cover crop dilakukan pada daerah rawan erosi. Jenis tanaman penutup yang digunakan pada arel reklamasi antara lain Pueraria javanica (PJ), Centrosema pubescens (CP), Clopogonium mucunoides (CM), juga Sorghum bicolor dan Padi (Oriza zativa) dengan perbandingan 4 : 3: 2 : 1 






K. Kolam Pengendap (Setling Pound)



L. Sampel Air, Debu dan Udara
Dalam pertambangan terbuka yang dilakukan tentunya sangat berpengaruh terhadap perubahan bentang alam. Terjadinya perubahan rona lingkungan secara mikro maupun makro bisa saja terjadi, oleh karena itu pengawasan dan pengendalian seperti kualitas air, udara, dan tanah akan menjadi penentu terjaminya kualitas lingkungan yang terjaga akibat dari adanya pertambangan terbuka. Setiap proses pengambilan sampel air, udara, dan tanah harus mengacu pada baku mutu air. Sehingga hasil sampel ini akan menjadi evaluasi sebagai pengambilan keputusan apakah perlu adanya perbaikan yang intensif atau hanya perlu kontrol biasa
(botol sampel)

(Sampel kualitas udara)

(sampel baku mutu air)


(sampel debu)



(JMB 001)


LAMPIRAN




(Sampel tanah areal revegetasi)
(Pengambilan media tanam)


(Pembibitan)
(Pengankutan Pupuk)
(istirahat siang, masak air buat ngopi)

(Pencatatan Limbah)
(Simulasi pemadaman api)
(papan informasi sampel air)
(Audit dinas Kehutanan)
(Pengukuran Getaran Tanah)


LAPORAN MAGANG FAKULTAS KEHUTANAN
(Yonasadekurniawan58@gmail.com)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Riam Panggar, Kab.Bengkayang, Kalimantan Barat

Analisis Kesesuaian Lahan Gaharu, Kab.Bengkayang, Kalimantan Barat

Gunung Merbabu